Gerung - Canggihnya media sosial saat ini, upaya untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya lokal sering kali terpinggirkan. Namun, di Lombok Barat, ada sosok yang menawarkan secercah harapan dalam menjaga warisan budaya daerah. H. Abdul Azis Faradi, M.Pd., Kepala MAN Lombok Barat, memberikan apresiasi mendalam terhadap inisiatif yang diambil oleh Sanusi, seorang pensiunan Kementerian Agama, yang berkomitmen untuk mempertahankan khazanah budaya Sasak melalui pendirian Museum Sasak di Dusun Kebon Nyiuh, Desa Golong, Kecamatan Narmada.
Museum Sasak ini, yang diklaim sebagai satu-satunya museum berbasis perorangan di Pulau Lombok, dibangun atas dasar kegelisahan Sanusi terhadap minimnya perhatian dari pemerintah tentang pelestarian budaya Sasak yang kian memudar.
“Ini bentuk kepedulian saya terhadap warisan leluhur yang mulai dilupakan,” ungkap Sanusi, yang telah merintis usaha ini sejak tahun 2019. Dengan semangat luar biasa, dia mengumpulkan berbagai macam koleksi yang mencerminkan kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak.
Koleksi yang dimiliki museum ini sangat beragam, mulai dari alat-alat tradisional seperti perabot rumah tangga dan alat pertanian, hingga perlengkapan pengolahan obat-obatan tradisional. Tak hanya itu, beberapa barang elektronik dari era dahulu yang kini sudah jarang ditemukan juga dipamerkan, memberikan gambaran jelas tentang perkembangan teknologi yang pernah ada di tengah masyarakat Sasak.
Semua koleksi ini diperoleh tidak hanya melalui usaha pribadi Sanusi, tetapi juga melalui sumbangan dari masyarakat yang tergerak untuk mendukung dedikasi dan komitmennya.
Kepala MAN Lombok Barat, H. Abdul Azis Faradi, sangat mengapresiasi usaha Sanusi dalam memelihara budaya lokal yang menjadi identitas etnis Sasak. Ia menekankan pentingnya pengenalan dan pemahaman budaya daerah bagi generasi muda dan pelajar sebagai bagian dari pendidikan. Di tengah modernisasi yang cepat, memiliki pengetahuan tentang warisan budaya menjadi hal yang tak ternilai, dan peran museum ini sangat penting sebagai media edukasi.
"Apa yang dilakukan bapak Sanusi patut dicontoh dan mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah Lombok Barat, termasuk Dinas Kebudayaan setempat. Kita perlu menjaga dan mengenalkan budaya kita kepada anak-anak, agar mereka tidak hanya menjadi konsumen budaya asing, tetapi juga menjadi pelestari budaya lokal," tandas H. Abdul Azis Faradi.
Dalam konteks pendidikan, museum ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk melihat koleksi, tetapi juga sebagai ruang belajar. Para pelajar dapat berinteraksi langsung dengan benda-benda bersejarah, mendengar cerita di balik koleksi tersebut, dan memahami makna penting dari pelestarian budaya. Ini menjadi langkah strategis yang harus didorong dalam kurikulum pendidikan agar generasi muda menyadari pentingnya mempertahankan budaya mereka sendiri di tengah globalisasi yang semakin mendalam.