Lombok Utara- Diduga lakukan laporan palsu, pimpinan yayasan di Lombok Utara dilaporkan balik oleh terlapor, hal tersebut terjadi pada seorang staff pekerja salah satu yayasan di Lombok Utara. Terlapor tidak pernah melakukan penggelapan seperti yang dituduhkan padanya, sehingga ia melaporkan balik atasannya atas laporan palsu yang ditujukan pada dirinya. Lombok Utara, Kamis (26/12/2024).
Kuasa Hukum D Advokat Eva Lestari, A.P., S.H. mengatakan, "Hari senin, 23 Desember 2024 sekitar pukul 09.45 pagi saya menemani D yang kerja di salah satu Yayasan Pendidikan inisial CH di Lombok Utara yang dilaporkan atas dugaan Penggelapan Uang tabungan anak oleh pemilik yayasan," ungkapnya.
D baru bekerja selama 4 bulan atas rekomendasi bibiknya yang memang kebetulan anak dari bibiknya sekolah di yayasan tersebut dan pemilik yayasan sedang kesusahan mencari karyawan. Setelah beberapa bulan bekerja/3 bulan bekerja D mengajukan resign kepada kepala sekolah di yayasan tersebut dengan alasan sudah tidak kuat lagi bekerja disana karena gaji tidak sesuai dengan semua pekerjaan yang diminta/diperintahkan, sebut saja namanya kak Ufus panggilan akrabnya. namun permintaan D untuk resign ditolak.
Adapun yang dikerjakan D mulai dari mengumpulkan uang tabungan anak yang ada di Teluk Dalem desa dan di Gili Trawangan yang kemudian diserahkan langsung kepada pemilik yayasan seperti biasanya karena kegiatan ini ia lakukan rutin setiap 1 kali dalam seminggu di hari selasa/rabu, jadi bukan kali pertama pekerjaan itu dilakukan.
Perlu dicatat dan digaris bawahi bahwa sejak baru pertama masuk kerja, D memang ditugaskan untuk mengumpulkan uang tabungan anak, mengumpulkan uang pembayaran les, home schoolling, dll. Kemudian ia tuliskan dalam sebuah buku besar, ia melakukan pembukuan. Bahkan saat D diperintahkan ke Gili Trawangan tanggal 12 Desember 2024 lalu hanya dibekali uang 150rb berdua dengan calon guru baru untuk ditempatkan di gili trawangan dengan membawa sisa uang sebesar Rp.16.000 dan itu ia kembalikan pada pemilik yayasan," ungkap Eva.
Setiap pekerjaan yang D lakukan selalu ia rincikan, selalu ia tulis. Lalu saat D dilaporkan atas dugaan tindak pidana penggelapan oleh pemilik yayasan dengan total kerugian yang dilaporkan pemilik yayasan sekitar Rp. 12 juta sekian, namun tak ditemukan.
D memang tinggal di yayasan langsung, mengerjakan semua pekerjaan yang diperintahkan, kadang ia disuruh ngajar ketika salah satu guru tidak masuk. logikanya dimana? Uang 12 juta tidak ada padanya, sudah digledah pemilik, ya jelas uang itu tidak ada padanya karena D sudah menyerahkannya kepada si pemilik yayasan bahkan hp si D diambil paksa, bahkan D sempat dikuncikan dalam ruangan. Menurut pengakuan D "saya ditarik masuk ke dalam ruangan, hp saya ditarik paksa dan mau dipecahkan pakai balok, kalau saya berhenti saya akan dilaporkan ke polisi atas dugaan penggelapan uang" katanya. Puncaknya itu di tanggal 12 Desember itu, ketika D mengajukan resign langsung pada pemilik yayasan yang menyulut emosi pemilik yayasan karena tidak terima D berhenti kerja bahkan D mendapatkan ancaman dari pemilik yayasan yang kemudian berujung pada laporan polisi.
"Jadi saya selaku kuasa hukum D, sesuai dengan tugas dan kewajiban saya sebagai seorang penegak hukum. Saya pribadi akan mendampingi D dan kita akan laporkan balik pemilik yayasan atas dugaan laporan palsu, pencemaran nama baik dan kejahatan dalam perdagangan orang (trafficking in persons) yang mana ini sudah memenuhi dari beberapa unsur kejahatan perdagangan orang," jelasnya Eva lagi.
Ciri-ciri tindak pidananya apabila seseorang yang telah direkrut, dipindahkan, ditampung atau diterima melalui ancaman, dipaksa dengan kekerasan, dipaksa dengan cara-cara lain, diculik, ditipu, disiksa, dijual atau disewakan. nah sementara disini menurut pengakuan.
Salah seorang penyidik mengatakan pada Eva, bahwa D akan dibebaskan atau pihak pelapor akan mencabut laporannya jika D mau bekerja selama 8 bulan tanpa digaji. Hal tersebut menurut Eva adalah sebuah tindak kejahatan, mengambil keuntungan pribadi dan dengan itu sudah sangat jelas bahwa secara tidak langsung menjelaskan laporan pemilik yayasan adalah palsu. Jadi ia melaporkan D hanya untuk agar D tidak keluar dari yayasan dan ketika laporan dilanjutkan akan ada tawar menawar agar laporannya dihentikan maka si D harus bekerja 8 bulan tanpa gaji.
Sebagaimana kita tahu bahwa laporan palsu adalah laporan yang dibuat dengan tujuan untuk menyesatkan, memanipulasi, atau merugikan orang lain. Laporan semacam ini dapat menyebabkan kerugian material, emosional, dan reputasi. Dampaknya meluas, mulai dari kehidupan pribadi hingga kepentingan publik. Beberapa jenis laporan palsu yang perlu diketahui diantaranya: Laporan polisi palsu berupa melaporkan kejadian yang tidak terjadi atau memalsukan identitas pelaku, laporan keuangan palsu berupa memalsukan data keuangan untuk menghindari pajak atau memperoleh keuntungan, laporan medis palsu berupa emalsukan diagnosis atau hasil medis, laporan hukum palsu berupa memalsukan dokumen hukum atau bukti.
Adapun tanda-tanda laporan palsu diantaranya: Informasi yang tidak konsisten, bukti yang tidak lengkap atau palsu, perilaku yang mencurigakan, motif yang tidak jelas dan kesalahan faktual. Sedangkan sanksi bagi pelaku pelaporan palsu di Indonesia bisa dikatakan begitu berat. Hukum Pidana pasal 266 KUHP: Hukuman penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 900.000.000,00, pasal 267 KUHP: Hukuman penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 360.000.000,00, pasal 268 KUHP: Hukuman penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 180.000.000,00.
Dalam hukum administratif denda administratif, pencabutan hak-hak tertentu (misalnya, hak untuk mengajukan permohonan) dan embatalan izin atau lisensi. Sanksi hukum perdata ganti rugi material dan immaterial, pencabutan hak-hak sipil dan pembayaran biaya proses. Dan sanksi lin berupa kerugian reputasi, pemecatan dari pekerjaan, pencabutan gelar akademik dan pembatasan kegiatan.
Unsur-unsur laporan palsu yang penting untuk diketahui diantaranya: Unsur objektif berupa kebenaran tidak sesuai faktual: Informasi yang tidak akurat atau dibuat-buat, memalsuan data (dokumen, bukti, atau informasi yang dipalsukan) , penyajian informasi salah (informasi yang disajikan tidak lengkap atau menyesatkan) dan tujuan untuk menyesatkan (laporan dibuat untuk merugikan atau memanipulasi orang lain).
Unsur Subjektif diantaranya: Niat untuk menipu (pelapor memiliki niat untuk menipu atau merugikan), kesadaran akan kebenaran (pelapor menyadari bahwa laporan tersebut palsu) dan motif tertentu (laporan dibuat untuk mencapai tujuan pribadi atau kelompok). Unsur formal diantaranya: Dokumen palsu (dokumen yang digunakan untuk mendukung laporan palsu), pernyataan palsu (pernyataan yang tidak benar atau dibuat-buat), dan bukti palsu (bukti yang tidak valid atau dipalsukan). Dan unsur lain-lainnya, seperti keterlibatan pihak lain (orang lain terlibat dalam pembuatan laporan palsu), kerugian yang ditimbulkan (laporan palsu menyebabkan kerugian material atau immaterial) dan pelanggaran hukum (laporan palsu melanggar peraturan atau undang-undang).