Universitas Mataram dan University of Singapura Kolaborasi Belajar Lapangan Tentang Pohon Bakau di Sekotong
Juni 04, 2024
0
NTB – Program Studi Ilmu Kelautan Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Mataram (Faperta Unram) bekerjasama dengan National University of Singapore un (NUS) menyelenggarakan kegiatan Workshop on Exploring Marine Biodiversity and Ecology in Mangrove Ecosystems bertempat di hutan bakau Desa Eyat Mayang-Sekotong pada hari Senin, 3 Juni 2024. Kegiatan ini merupakan rangkaian dari International Short Course in Mangrove Ecology.
Prof. Peter Thomas Vail, Associate Professor NUS dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa mahasiswa di Singapura sangat pandai dalam pembelajaran melalui buku, namun tidak memiliki banyak kesempatan untuk pergi ke lapangan sehingga NUS memiliki inisiatif besar untuk membawa mahasiswa keluar dari Singapura untuk belajar di lapangan.
“Saya pikir yang sangat penting adalah mahasiswa kami di Singapura sangat pandai dalam pembelajaran buku tetapi mereka tidak memiliki banyak kesempatan untuk pergi ke lapangan. Menurut saya memiliki kelas berbasis pengalaman di mana mereka benar-benar pergi keluar di lapangan yang berlumpur dan mencoba untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam hal ini sains di dunia nyata sangatlah berharga,” pungkasnya.
Lebih lanjut Peter menyampaikan bahwa pembelajaran lapangan memberikan kesan yang berbeda yang membekas di benak mahasiswa di samping benar-benar memahami semua jenis pengetahuan yang telah dibaca di kelas. Mempelajari bagaimana sesuatu itu terjadi, mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang sebenarnya, melakukan pengukuran, serta menghitung dan mengintegrasikannya.
“Saya berharap ini dapat menarik mahasiswa untuk lebih tertarik pada hal-hal yang nyata di lapangan, melakukan sesuatu sendiri dan mencari tahu semua masalah di lapangan dan tidak hanya berpikir untuk pergi ke ruangan ber-AC di Singapura. Melalui kegiatan ini mahasiswa dapat mengeksplorasi dan memahami bakau lebih baik, alasan mengapa ini sangat kompleks dan mengapa kita membutuhkan lebih banyak bakau sehingga kita harus melindunginya,” ungkap Peter.
Chee Koi Jun mahasiswa NUS jurusan Life Science mengaku sangat antusias mengikuti seluruh rangkaian kegiatan.
“Saya merasa kegiatan hari ini sangat menarik karena di Singapura tidak mudah mendapatkan kesempatan untuk melakukan kegiatan seperti mengunjungi bakau dan memanjat pohon bakau secara langsung untuk melakukan pengambilan sampel dan mengukur diameter rhizophora,” pungkasnya.
Koi mengaku walau sudah sering melakukan pengukuran diameter pohon, namun ini merupakan pengalaman perdana mengukur diameter pohon bakau dikarenakan Singapura tidak banyak memiliki pohon bakau. Dalam kesempatan tersebut Koi mengaku kegiatan ini membantu memahami pertumbuhan bakau dan penyebaran bakau.
“Kegiatan ini membantu saya memahami bagaimana bakau tumbuh dan menyebar, serta bagian yang sangat menarik adalah bagaimana dampaknya terhadap ikan. Di Singapura kami memiliki cukup banyak tambak ikan, namun tidak banyak yang menggabungkan bakau dan tambak ikan secara bersamaan,” pungkasnya.
Rusmin Nuryadin, S.Pi., M.Si. Dosen Prodi Ilmu Kelautan Unram sekaligus koordinator kegiatan lapangan dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa hutan bakau Eyat Mayang ini merupakan salah satu daerah percontohan daerah tambak yang telah mengalami rehabilitasi menjadi ekosistem mangrove.
“Dulunya ini merupakan daerah pertambakan udang yang saat ini sudah tidak berjalan optimal sehingga dilakukanlah penanaman bakau dengan model silvofishery dengan bakau ditanam di tengah tambak.
Dosen Prodi Ilmu Kelautan tersebut mengaku masih banyak ekosistem lain yang dapat dipelajari selain dari ekosistem mangrove yaitu ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang dan lain sebagainya sehingga melalui kegiatan ini Rusmin berharap kedepannya Prodi Ilmu Kelautan bisa menjalin kerjasama dengan program studi maupun universitas di luar negeri.
Kerja lapangan ini merupakan aspek utama dari lokakarya International Short Course dengan tujuan memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa tentang ekosistem bakau. Kerja lapangan ini mencakup identifikasi spesies untuk memahami keanekaragaman flora dan fauna; pengumpulan data karakteristik fisik pohon bakau dengan cara mengukur diameter dan tinggi pohon; akanopi untuk menilai cakupan dan kesehatan hutan bakau; pembelajaran tentang asosiasi biota dengan mengeksplorasi hubungan antara spesies yang berbeda di dalam ekosistem; penilaian kualitas air bertujuan untuk mengevaluasi kesehatan lingkungan perairan; serta persiapan herbarium dengan pengumpulan dan pengawetan spesimen tanaman.
Tags